Rabu, 17 Mei 2017
KAITAN IMAN, ISLAM DAN IHSAN
Barang siapa yang telah bersifat Islam, maka ia
dinamakan muslim, dan siapa yang yang bersifat Iman, maka ia dinamai orang
m’umin. Dan sesungguhnya islam dan iman itu tidak dapat dipisahkan.
Dengan demikian, apabila seorang Islam tetapi
tidak Iman, maka ia tidak akan mendapat faedah di akhirat, walapun dhahirnya
Islam. Inilah yang disebut dengan kafir zindiq dan akan berada di
dalam siksa neraka selama-lamanya. Begitu juga sebaliknya, jika seorang
ber-iman tetapi tidak Islam, maka ia tidak selamat dari siksa neraka yang amat
hebat, mereka itu bukanlah mu’min muslim asli tetapi mu’min
muslim tabai, yang ber-iman dan ber-islam karena mengikuti kedua orang
tuanya atau nenek moyangnya.
Antara
iman, islam dan ihsan, ketiganya tak bisa dipisahkan oleh manusia di dunia ini,
kalau diibaratkan hubungan diantara ketiganya adalah seperti segitiga sama sisi
yang sisi satu dan sisi lainya berkaitan erat. Segitiga tersebut tidak akan
terbentuk kalau ketiga sisinya tidak saling mengait. Jadi manusia yang bertaqwa
harus bisa meraih dan menyeimbangkan antara iman, islam dan ihsan.
Hubungan
timbal balik antara ketiganya. Iman yang merupakan landasan awal,
bila diumpamakan sebagai pondasi dalam keberadaan suatu rumah, sedangkan islam
merupakan entitas yang berdiri diatasnya. Maka, apabila iman seseorang lemah,
maka islamnya pun akan condong, lebih lebih akan rubuh. Dalam realitanya
mungkin pelaksanaan sholat akan tersendat-sendat, sehingga tidak dilakukan pada
waktunya, atau malah mungkin tidak terdirikan. Zakat tidak tersalurkan, puasa
tak terlaksana, dan lain sebagainya. Sebaliknya, iman akan kokoh bila islam
seseorang ditegakkan. Karena iman terkadang bisa menjadi tebal, kadang pula
menjadi tipis, karena amal perbuatan yang akan mempengaruhi hati. Sedang hati
sendiri merupakan wadah bagi iman itu. Jadi, bila seseorang tekun beribadah,
rajin taqorrub, maka akan semakin tebal imannya, sebaliknya bila seseorang
berlarut-larut dalam kemaksiatan, kebal akan dosa, maka akan berdampak juga
pada tipisnya iman.
Adapun
ihsan, bisa diumpamakan sebagai hiasan rumah, bagaimana rumah tersebut bisa
terlihat mewah, terlihat indah, dan megah. Sehingga padat menarik perhatian
dari banyak pihak. Sama halnya dalam ibadah, bagaimana ibadah ini bisa
mendapatkan perhatian dari sang kholiq, sehingga dapat diterima olehnya. Tidak
hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi larangannya saja, melainkan
berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai plus dihadapan-Nya.
Sebagaimana yang telah disebutkan diatas kedudukan kita hanyalah sebagai hamba,
budak dari tuhan, sebisa mungkin kita bekerja, menjalankan perintah-Nya untuk
mendapatkan perhatian dan ridlonya. Disinilah hakikat dari ihsan.